Friday, January 2, 2009

PEREMPUAN KEUMALA,, sebuah epos untuk nanggroe



Prolog dalam cerita ini menggambarkan pengalaman Hira, seorang pekerja sosial yang sedang bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana. Kekagumannya pada pahlawan perempuan Keumalahayati membuatnya ingin menggali lebih jauh siapa sosok perempuan itu. Keprihatinan atas kurangnya penghargaan generasi muda saat ini kepada Laksamana Malahayati, membawanya masuk dalam kehidupan Laksamana perempuan itu.

"Perempuan Keumala", mengambil latar belakang sejarah mengenai Laksamana Malahayati, laksamana perang perempuan pertama di dunia dari tanah Rencong yang memimpin tidak kurang dari 1000 pasukan Inong Balee, pasukan perang yang beranggotakan kaum perempuan.

Perempuan Keumala Sejarah menunjukkan, bahwa di ujung barat kepulauan Nusantara terdapatlah sebuah Kerajaan Islam Aceh Darussalam, yang tercatat sebagai satu dari lima kerajaan Islam terbesar di jamannya. Sebagai sebuah kerajaan yang terletak di ujung barat, maka Kerajaan Aceh Darussalam menjadi pintu gerbang pelayaran di Selat Malaka.

Karenanya, tidak heran jika Kerajaan Aceh Darussalam memiliki Armada Laut yang luar biasa kuatnya. Dalam perjalanan sejarah, pada masa pemerintahan salah seorang Sultan yaitu Baginda Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil pada abad ke 16 - 17 tepatnya pada tahun 1589 hingga 1604, sejarah mencatat nama besar seorang pahlawan perempuan yaitu Laksamana Malahayati.

Dalam sejarah perjalanan pengabdiannya pada Kerajaan Aceh Darussalam ia juga telah membuktikan keberaniannya dengan membunuh Cornelis De Houtman, seorang Belanda pertama yang menginjakkan kaki di bumi Nusantara. Tidak salah bila Laksamana Malahayati juga telah ditetapkan sebagai salah satu pahlawan perempuan Indonesia sebagai jasanya membela tanah air.

Cerita dalam buku ini dimulai sejak Keumalahayati masih menjalani pendidikan di tempat belajar militer kerajaan yaitu Mahad Baitul Maqdis. Tempat inilah yang mencetak para perwira tangguh yang memperkuat pertahanan Kerajaan Aceh Darussalam. Di tempat belajar ini pulalah Keumalahayati bertemu dengan Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief taruna senior yang kemudian menjadi suaminya.Setelah lulus dari tempat pendidikan militer tersebut, keduanya menikah dan mereka mengabdikan diri menjadi pejabat tinggi kerajaan.

Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief menjadi Panglima Armada Selat Malaka dan Keumalahayati menjadi Komandan Protokol Istana. Kisah sepak terjang keberanian Keumalahayati di kerajaan Darud Donya Darussalam berawal dari kematian suaminya yang tewas dalam pertempuran di teluk Haru. Tak lama setelah kematian suaminya, Keumalahayati harus lagi mengalami cobaan yang disebabkan oleh penculikan putri tunggal tercintanya yang dilakukan oleh sesama petinggi kerajaan.Sejalan dengan malapetaka yang terus menerus menderanya, membuat Keumala tak mampu untuk menjalankan tugas dengan baik. Hal ini disebabkan karena kekacauan yang terjadi di tanah nanggroe, baik dari luar kerajaan, antara lain karena para orang kaya yang bersekutu dengan Portugis pendatang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri, maupun dari dalam lingkungan kerajaan, yaitu rencana kudeta yang akan dilakukan oleh Sultan Muda, putra Baginda Sultan sendiri.Pada masa-masa kesedihannya inilah yang membuat Keumala seakan menjadi putus asa, dan situasi ini dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan untuk melenyapkan Keumala. Mereka mengirimkan mantera Tapak Tuan (mantera yang membuat orang menjadi tak berdaya) agar Keumala dipecat dari Kerajaan. Namun Keumala adalah seorang yang kuat, baik secara fisik maupun keimanan, maka dengan segera mantera yang sempat mempengaruhinya tersebut hilang dan Keumala menyadari keadaan negerinya yang semakin kacau dan carut marut.Berangkat dari rasa tanggung jawab dan rasa kehilangan inilah yang memacunya untuk bangkit berdiri membela negeri sekaligus membela kebenaran, dengan membentuk ARMADA INONG BALEE (Armada janda) yang semuanya terdiri dari kaum perempuan yang telah menjadi janda, karena suami-suami mereka tewas dalam pertempuran di teluk Haru, yang juga menewaskan suami Keumalahayati. Selama memimpin Armada Inong Balee, Keumalahayati telah mampu unjuk gigi dengan melenyapkan siapa saja yang berani melawan daulat (perintah) Baginda Sultan. Seluk beluk kehidupan kekacauan yang disebabkan oleh intrik-intrik yang terjadi di Kerajaan Aceh Darussalam justru semakin membuat Laksamana Keumalahayati menjadi sosok manusia yang tegar, tangguh dan seakan tanpa hati. Sementara jauh dibalik semua itu, ia tetaplah seorang manusia biasa, perempuan biasa, yang juga memiliki kasih, memiliki cinta dan memiliki naluri seorang ibu. Cerita dalam novel ini ditutup dengan perkelahian sengit antara Laksamana Keumalahayati dengan pendatang Belanda pertama di Nusantara yaitu Cornelis De Houtman dengan kemenangan berada di pihak Laksamana Keumalahayati. Ia berhasil membunuhnya melalui pertempuran satu lawan satu diatas geladak kapal.Dalam Epilog digambarkan keprihatinan Laksamana Malahayati terhadap Nanggroe Aceh Darussalam yang saat ini seakan telah porak poranda, sejak konflik hingga bencana besar gempa bumi dan tsunami yang telah membuat sendi-sendi kehidupan seakan luluh rantak. Melalui titian waktu sosok Laksamana Keumalahayati ingin meneriakkan semangat perjuangan kepada seluruh manusia yang seakan tertidur dalam tenang, sementara kehidupan tetap harus diperjuangkan.

Judul : PEREMPUAN KEUMALA ; Sebuah EPOS untuk NANGGROE
Ukuran buku : 14 x 20 cm
Jumlah Halaman : 360 halaman
Penerbit : PT. GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA (GRASINDO)

Peluncuran Buku : Tanggal 27 Agustus 2008



Perempuan, ternyata memiliki kekuatan yang tak beda jauh dari pria. Endang Moerdopo, misalnya. Perempuan asal Yogyakarta ini berhasil menorehkan tinta tentang perempuan perkasa asal Aceh, bertajuk "Perempuan Keumala".

Meski bukan terlahir sebagai orang Aceh, tapi Endang cukup berani dan tidak begitu saja menggarap buku perdananya ini. ''Saya sadar pasti saat peluncurannya nanti akan banyak friksi yang terjadi. Bisa jadi karena aku bukan orang Aceh, tapi seakan sok tahu menulis tentang seorang Inong Aceh. Juga karena karakteristik masyarakat Aceh sendiri,'' terang Endang Moerdopo.

Dibutuhkan waktu selama 2 tahun bagi Endang untuk riset. Beruntung, kala itu ia memang tengah menyelesaikan thesis S-2 di Aceh. Belum lagi keterlibatannya dalam program Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR di Aceh pasca tsunami. Konon, Endang sempat mengalami sejumlah peristiwa spiritual, sebelum akhirnya memutuskan menulis cerita ini.

"Peristiwanya memang agak unik. Waktu saya sedang bermeditasi di salah satu lokasi di Aceh, tiba-tiba saya merasa sedang bersilaturahmi dengan seorang wanita yang mengaku bernama Laksamana Malahayati. Dari situ muncul hasrat saya untuk meneliti perjalanan hidup pahlawan besar ini," kenang Endang.


Penasaran? Kalau begitu jangan lewatkan buku "Perempuan Keumala". Selamat membaca

Sumber :http://perempuankeumala.blogspot.com dan http://beta20.astaga.com

Related Posts by Categories



3 comments:

Anonymous,  January 3, 2009 at 2:57 PM  

Huh...
patut dibaca...

suryaden January 4, 2009 at 2:00 AM  

Aceh memang memiliki sejarah yang panjang dan epos kepahlawanan yang hebat, dan seakan-akan mempengaruhi dan dimiliki oleh segenap warga Aceh, tentunya hal ini karena budaya lisan yang masih terpelihara dengan baik...
saya bangga dengan Aceh....

Anonymous,  August 30, 2010 at 5:54 AM  

Buat banyak orang dari luar aceh, yang pernah terlibat sbg pekerja sosial di aceh pasca bencana tsunami, tanah rencong serasa menjadi kampung halaman kedua. Demikian pula perasaan yang sampai sekarang masih mendalam di hati saya. Salut buat mbak Endang, yang telah dengan sangat bernas mendokumentasikan pengalaman fisik dan spritual nya.

Post a Comment

“sekadar meluah rasa, melepas hasrat, melerai ragu. Andai sepi coretan ini, kesepianlah yang sedang bersarang di jiwa.Andai riang coretan ini,kerianganlah yan sedang bertakhta dihati. Mengikut rentak hidupku,musafir dibumi Ilahi. Semoga rahmat-Nya sentiasa memayungi kita bersama”.

Bila artikel ini bermamfaat , tinggalkan komentar kawan

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008 Aceh Blogging

Back to TOP