Wednesday, January 28, 2009

Lonceng CakraDonya Sebagai Simbol Persahabatan Hubungan Sejarah Bangsa Aceh dengan Tiongkok


Catatan sejarah tertua dan pertama-tama mengenai kerajaan-kerajaan di Aceh, didapati dari sumber-sumber tulisan sejarah Tiongkok. Dalam catatan sejarah dinasti Liang (506-556), disebutkan adanya suatu kerajaan yang terletak di Sumatra bagian utara pada abad ke-6 yang dinamakan Po-Li dan beragama Budha(sebelum masuknya agama Islam).Pada abad ke 13 teks-teks Tiongkok (Zhao Ru-gua dalam bukunya Zhu-fan zhi) menyebutkan Lan-wu-li (Lamuri) di pantai timur Aceh. Dan pada tahun 1282, diketahui bahwa raja Samudra-Pasai mengirim dua orang (Sulaiman dan Shamsuddin) utusan ke Tiongkok. Di dalam catatan Ma Huan (Ying-yai sheng-lan) dalam pelayarannya bersama dengan Laksamana Cheng Ho, dicatat dengan lengkap mengenai kota-kota di Aceh seperti, A-lu (Aru), Su-men-da-la (Samudra), Lan-wu-li (Lamuri).

Dalam catatan Dong-xi-yang- kao (penelitian laut-laut timur dan barat) yang dikarang oleh Zhang Xie pada tahun 1618, terdapat sebuah catatan terperinci mengenai negara Aceh modern. Samudra-Pasai adalah sebuah kerajaan dan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari Timur Tengah, India sampai Tiongkok pada abad ke 13 -16. Samudra Pasai ini terletak pada jalur sutera laut yang menghubungi Tiongkok dengan negara-negara Timur Tengah, di mana para pedagang dari berbagai negara mampir dahulu /transit sebelum melanjutkan pelayaran ke/dari Tiongkok atau Timur Tengah, India.



Kota Pasai dan Perlak juga pernah disinggahi oleh Marco Polo (abad 13) dan Ibnu Batutah/Batistuta (abad 14) dalam perjalanannya ke/ dari Tiongkok. Barang dagangan utama yang paling terkenal dari Pasai ini adalah lada dan banyak diekspor ke Tiongkok, sebaliknya banyak barang-barang Tiongkok seperti Sutera, Keramik, dll. diimpor ke Pasai ini. Pada abad ke 15, armada Cheng Ho juga mampir dalam pelayarannya ke Pasai dan memberikan Lonceng besar yang tertanggal 1409 (Cakra Donya) kepada raja Pasai pada waktu itu. Samudra Pasai juga dikenal sebagai salah satu pusat kerajaan Islam (dan Perlak) yang pertama di Indonesia dan pusat penyebaraan Islam keseluruh Nusantara pada waktu itu. Ajaran-ajaran Islam ini disebarkan oleh para pedagang dari Arab (Timur Tengah) atau Gujarat (India), yang singgah atau menetap di Pasai. Di kota Samudra Pasai ini banyak tinggal komunitas Tionghoa, seperti adanya "kampung Cina", seperti ditulis dalam Hikayat Raja-raja Pasai.

Jadi jauh sebelum kerajaan Aceh Darussalam berdiri, komunitas Tionghoa telah berada di Aceh sejak abad ke-13. Karena Samudra Pasai ini terletak dalam jalur perdagangan dan pelayaran internasional serta menjadi pusat perniagaan internasional, maka berbagai bangsa asing lainnya menetap dan tinggal disana yang berkarakter kosmopolitan dan multietnis. Tome Pires menyebutkan bahwa kota Pasai adalah kota penting yang berpenduduk 20.000 orang. Pada tahun 1524 Samudra Pasai ditaklukan oleh Sultan Ali Mughayat Syah dari kerajaan Aceh Darussalam dan sejak itu Samudra Pasai merosot dan pudar pamornya untuk selamanya. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam adalah ketika pada jaman Sultan Iskandar Muda (1607-36), Aceh pada waktu jaman Iskandar Muda ini adalah negara yang paling kuat di seluruh Nusantara, bahkan di Asia Tenggara.



Kekuasaan Aceh pada saat itu meliputi Barus, Tiku, Pariaman(Minangkabau), Riau, Siak, sebagian Bangkahulu dan sebagia Semenanjung Malaya(Johor, Pahang, Perak). Aceh meluaskan kekuasaannya dan memerangi Portugis, Kesultanan Johor, Pahang dll. Aceh juga merupakan sebuah negara maritim dan sebagai salah satu pusat perdagangan internasional. Banyak pedagang asing singgah dan menetap di Aceh, seperti dari Arab, Persia, Pegu, Gujarat, Jawa, Turki, Bengali, Tionghoa, Siam, Eropah dll. Pada saat itu Aceh menjalin kerjasama militer dengan negara Turkey Ottoman. Di kota kerajaan ini (Banda Aceh sekarang), banyak dijumpai perkampungan perkampungan dari berbagai bangsa, seperti kampong Cina, Portugis, Gujarat, Arab, Pegu, Benggali dan Eropah lainnya. Kota Banda Aceh ini benar-benar sebuah kota kosmopolitan yang berkarakter internasional dan multietnis. Seperti di Samudra Pasai, Aceh juga banyak menghasilkan Lada yang diekspor ke Tiongkok.

Pada waktu itu orang Aceh telah menguasai pembuatan atau pengecoran pembuatan Meriam dan tidak semua meriam di Aceh adalah buatan luar negeri (seperti meriam buatan Turki atau Portugis). Orang Aceh mendapatkan ilmu pembuatan meriam ini dari orang Tionghoa (Kerajaan Aceh, Denys Lombard). Demikian juga dengan pertenakan sutera yang sudah dikuasai oleh orang Aceh yang kemungkinan besar diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa. Pengganti Sultan Iskandar Muda adalah mantunya sendiri yang bernama Sultan Iskandar Tsani (1636-41).

Periode pemerintahan Iskandar Tsani ini adalah awal dari kemerosotan Kerajaan Aceh Darussalam, periode pemerintahannya juga sangat singkat. Iskandar Thani tidak melakukan politik ekspansi wilayah lagi seperti mertuanya dan lebih memusatkan kepada pengetahuan dan ajaran Islam.

Pada jaman Iskandar Tsani ini, di ibukota kerajaan telah dibangun sebuah taman yang dinamakan "Taman Ghairah", seperti yang dikisahkan dalam buku Bustan us-Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri(orang Ranir, Gujarat, penasihat Sultan, ahli tasawuf). Diceritakan bahwa didalam taman itu telah dibangun sebuah "Balai Cina" (paviliun) yang dibuat oleh para pekerja orang Tionghoa.

Peranan orang Tionghoa di bidang perdagangan di Aceh diperkirakan bertambah besar pada paruh kedua abad ke-17. Selain ada yang tinggal dan berdagang secara permanen di ibukota Aceh ini, ada juga pedagang musiman yang datang dengan kapal layar (10-12 kapal sekali datang) pada bulan-bulan tertentu seperti pada bulan Juli. Kapal-kapal (Jung) Tionghoa tersebut juga membawa beras ke Aceh (impor beras dari Tiongkok). Mereka tinggal dalam perkampungan Cina dekat pelabuhan , yang sekarang mungkin lokasinya disekitar "Peunayong" (Pecinan Banda Aceh).

Bersama dengan kapal itu juga datang para pengrajin bangsa Tionghoa seperti tukang kayu, mebel, cat dll. Begitu tiba mereka mulai membuat koper, peti uang, lemari dan segala macam lainnya. Setelah selesai mereka pamerkan dan jual di depan pintu rumah. Maka selama dua atau dua bulan setengah berlangsunglah "pasar (basar) Cina" yang
meriah. Toko-toko penuh sesak dengan barang dan seperti biasanya orang-orang Tionghoa ini tidak lupa juga untuk bermain judi seperti kebiasaannya. Pada akhir September, mereka berlayar kembali ke Tiongkok dan baru kembali lagi tahun depannya. Barang-barang dari Tiongkok ini ada beberapa diantaranya diekspor ke India.(Kerajaan Aceh, Denys Lombard).



Cakra Donya

Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda Aceh) di Aceh ini sekarang diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh. Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian Kaisar Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai. Ketika Pasai ditaklukkan oleh Aceh Darussalam pada tahun 1524, lonceng ini dibawa ke Kerajaan Aceh. Pada awalnya lonceng ini ditaruh diatas kapal Sultan Iskandar Muda yang bernama "Cakra Donya"

(Cakra Dunia) waktu melawan Portugis, maka itu lonceng ini dinamakan Cakra Donya.
Kapal Cakra Donya ini bagaikan kapal induk armada Aceh pada waktu itu dan berukuran sangat besar, sehingga Portugis menamakannya "Espanto del Mundo" (Teror Dunia). Kemudian Loncengyang bertuliskan aksara Tionghoa dan Arab (sudah tak dapat dibaca
lagi aksaranya sekarang) ini diletakkan dekat mesjid Raya Baiturrahman yang berada dikompleks Istana Sultan. Namun sejak tahun 1915 lonceng ini dipindahkan ke Musium Aceh dan ditempatkan didalam kubah hingga sekarang (halaman Musium). Lonceng Cakra Donya ini telah menjadi benda sejarah kebanggaan orang Aceh hingga sekarang. Lonceng ini juga juga merupakan bukti dan simbol hubungan bersejarah antara Tiongkok dan Aceh sejak abad ke-15.

Lonceng raksasa Cakra Donya merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang bermutu tinggi yang disimpan di Museum Aceh. Lonceng raksasa Cakra Donya merupakan sebuah bingkisan Maharaja Cina yang diantar oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1414. Di atas Lonceng tersebut tertera aksara Cina "Sing Fang Niat Toeng Juut Kat Yat Tjo".

Sumber : http://www.timphan.co.cc

Related Posts by Categories



8 comments:

Anonymous,  January 28, 2009 at 8:38 AM  

wahhh
loncengnya gede banget yakk..
ternyata sejarah aceh seru juga ya...baru tau kalo aeh juga banyak sejarah tentang tionghoa..

Anonymous,  January 28, 2009 at 10:37 AM  

Sejarah Aceh dan Tiongkok itu memang dekat. Konon akronim dari Aceh sendiri = Arab, Cina, Eropa, Hindustan.

Meski tidak tepat benar, tapi itu menggambarkan kalo kita, Aceh ini, adalah bangsa lintas kultur bangsa. Gotta be proud of it! ;)

Saya juga mau nulis sejarah turunan tionghoa di Aceh sini. IMHO, mereka lebih melebur di sini daripada di Sumatra Utara... :|

suryaden January 29, 2009 at 5:09 AM  

asik, lengkap nih ...
bisa jadi ensiklopedia nantinya...

nanggroe January 29, 2009 at 4:52 PM  

sejarah yang mengesankan....

Anonymous,  January 30, 2009 at 5:42 AM  

Sy jadi sedikit mengetahui tentang sejarah aceh mas..thnks..

Anonymous,  January 30, 2009 at 9:36 PM  

Cakradonya, kebanggaan kita....

Baka Kelana January 30, 2009 at 11:14 PM  

@ atca : Semua tinggal kenangan sejarah Mbak Atca
@ Buya Alex : Benar Buya, silakan semoga sukses
@ suryaden : Sip...Bang Surya
@ ilham maulana ; Tinggal kenangan sejarah Tgk Ilham
@ PM : Thanks infonya
@ Yusa : Sama2 Mas Yusa
@ tengkuputeh : Benar Tgk Puteh walau tinggal kenangan

Anonymous,  January 31, 2009 at 1:17 AM  

Alahai Teungku, cukop that hek long mita link untuk komentar....abeh ban saboh blog nyoe ka meuputa - puta untuk mita tempat posting komentar....Tapi hana peu2 lee akhir jih meuteumeung chit di sinoe.... :D

Teungku, pue na artikel yang membahas mengenai cara peuget Label Aceh and Blogging lage atra droe neu nyan???? Long cukop galak tampilan yang meu puta2 lagee atra bak blog droe neu.... He....

Long nak pasang chit bak blog long bak wordpress....pue keuh ek jeut meunyoe bak wordpress.... :D

Teurimeng geunaseh ka neu langkah bak blog long sak nyoe.... :D

Saleum dari aneuk Agam di Tanoh Rincong.... :D

Post a Comment

“sekadar meluah rasa, melepas hasrat, melerai ragu. Andai sepi coretan ini, kesepianlah yang sedang bersarang di jiwa.Andai riang coretan ini,kerianganlah yan sedang bertakhta dihati. Mengikut rentak hidupku,musafir dibumi Ilahi. Semoga rahmat-Nya sentiasa memayungi kita bersama”.

Bila artikel ini bermamfaat , tinggalkan komentar kawan

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008 Aceh Blogging

Back to TOP